KH. Muhammad Shidiq Al-Jawi-DPP Hizbut Tahrir Indonesia)
Sebelumnya
perlu diterangkan dulu hukum memotret (mengambil foto dengan kamera).
Para ulama kontemporer berbeda pendapat dalam masalah ini. Sebagian
ulama mengharamkan karena dianggap sama dengan aktivitas menggambar
dengan tangan, kecuali untuk foto yang sangat diperlukan (dharurah),
seperti foto untuk identitas diri (KTP/paspor), untuk keperluanpendidikan,
untuk mengungkap kejahatan, dan semisalnya. Yang berpendapat semacam
ini misalnya Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aal Syaikh, Syaikh Abdul Aziz
bin Baz, Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, Syaikh M. Ali Ash-Shabuni,
dan Syaikh Nashiruddin Al-Albani. (M. Bin Ahmad bin Ali Washil, Ahkam
At-Tashwir fi Al-Fiqh Al-Islami, hal 232; Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i,
Hukm Tashwir Dzawat Al-Arwah, hal. 70; Ali Ahmad Abdul ‘Aal Thahthawi,
Hukm At-Tashwir min Manzhur Islami, hal. 108-109).
Namun
sebagian ulama membolehkannya dengan alasan hadits yang mengharamkan
menggambar tak dapat diterapkan pada aktivitas memotret. Mereka ini
misalnya Rasyid Ridha, Syaikh Ahmad Al-Khathib, Shaikh Muhammad bin
Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Najib Al-Muthi’i, Syaikh Mutawalli Sya’rawi,
Syaikh Sayyid Sabiq, Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi, dan Shaikh Taqiyuddin
Nabhani. (M. Bin Ahmad bin Ali Washil, ibid., hal. 241; Taqiyuddin
Nabhani, Asy-Syakhsiyah Al-Islamiyah, 2/354).
Pendapat
yang rajih menurut kami adalah yang membolehkan sebab pendapat ini
lebih cermat memahami fakta yang menjadi obyek hukum (manath). Menurut
Taqiyuddin Nabhani, hadits yang melarang menggambar makhluk bernyawa tak
dapat diterapkan untuk fakta memotret. Sebab orang yang memotret hanya
sekadar memindahkan citra/bayangan dari fakta yang sudah ada ke dalam
film melalui kamera, bukan menggambar suatu bentuk makhluk bernyawa dari
ketiadaan. (Taqiyuddin Nabhani, ibid., 2/375)
Adapun
mengedit foto suatu obyek yang bernyawa, misalnya mengedit foto wajah
manusia dengan mengubah warna kulit, menghilangkan kerutan wajah,
mengubah warna bola mata, dan semisalnya, hukumnya haram. Sebab
hadits-hadits yang mengharamkan menggambar makhluk bernyawa dapat
diberlakukan pada aktivitas mengedit foto. (‘Athaˋ bin Khalil, Jawab
Su’al, 21/09/2010).
Hadits-hadits
tersebut antara lain sabda Nabi SAW, “Barangsiapa membuat suatu
gambar/patung (makhluk bernyawa) maka sesungguhnya Allah akan menyiksa
hingga dia dapat meniupkan nyawa pada gambar/patung itu, padahal dia tak
akan mampu meniupkannya selama-lamanya.” (HR Bukhari no 5963, dari Ibnu
Abbas RA). Dalam hadits lain Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya
orang-orang yang membuat gambar/patung (makhluk bernyawa) akan disiksa
pada Hari Kiamat, dikatakan kepada mereka, ‘Hidupkanlah apa yang telah
kamu ciptakan.’ (HR Bukhari no 5951, dari Ibnu ‘Umar RA,).
Hadits-hadits
ini menunjukkan haramnya membuat gambar atau patung makhluk bernyawa,
sebab di dalamnya terdapat kecaman yang keras dari Allah SWT dalam
bentuk perintah untuk meniupkan nyawa pada objek yang telah dibuat
manusia. (Walid bin Rasyid As-Sa’idani, Hukm Tashwir al-Futughirafi,
hal. 5)
Hadits-hadits
tersebut menurut Syaikh ‘Athaˋ bin Khalil dapat diberlakukan pula untuk
aktivitas mengedit foto, seperti mengubah warna kulit atau
menghilangkan kerutan wajah, baik dilakukan dengan alat lukis yang
degerakkan tangan, atau dilakukan melalui mouse pada komputer.
Maka
selama aktivitas editing foto terjadi melalui perbuatan/tindakan
manusia untuk meniru bentuk makhluk bernyawa, maka mengedit foto makhluk
bernyawa hukumnya haram. Sebab hadits-hadits di atas dapat diberlakukan
pula untuk aktivitas mengedit foto makhluk bernyawa.
0 comments:
Post a Comment